Banner Govlog by XL Aviata

Minggu, 17 Oktober 2010

Yari, Tombak Khas Jepang


YARI adalah tombak khas Jepang yang digunakan terutama untuk menusuk, baik digunakan oleh pasukan kavaleri maupun infanteri. Dan ini adalah senjata yang paling umum digunakan oleh pasukan perang di Jepang saat itu.

Perlu ditambahkan bahwa senjata utama seorang samurai bukanlah pedangnya tapi busurnya. Pedang hanya digunakan untuk pertarungan jarak dekat.

Jadi untuk pertempuran umumnya menggunakan yumi (busur) untuk jarak jauh, yari (tombak) untuk jarak menengah, dan katana (pedang) untuk jarak dekat.

Yari tidak pernah dirancang untuk dilemparkan, jadi lupakan tentang lempar lembing menggunakan tombak ini.

Dan sejarah keberadaan yari ini sudah sangat lama, kalau tidak mau dibilang lebih lama dari sejarah pedang Jepang. Selain itu tombak ini adalah senjata yang ngetrend digunakan pada zaman itu, mulai dari samurai hingga prajurit rendahan menggunakannya. Bahkan panjang yari itu distandarisasi berdasarkan masing-masing klan keluarganya dengan ukuran bisa mencapai 5-6 meter panjangnya.

Yari ada yang dibuat seperti katana, dilaminasi dan melalui proses heat tempered. Tapi yari untuk prajurit rendahan biasanya hanya sepotong besi yang dibentuk dan ditajamkan, otomatis tidak ada hamon dan lain sebagainya.

Kalau modelnya ada banyak sekali tapi umumnya dibagi menjadi 2.

Yang bilahnya panjang dan polos dinamakan Su Yari (hanya seperti lembing). Lihat gambar di paling atas.

Yang ada tambahan bilah seperti tanda + (tambah) atau tambahan bilah melintang, secara umum disebut Kama Yari.

Untuk Su Yari yang sangat panjang bilahnya disebut Omi No Yari.

Untuk yang ada tambahan bilah melintang dengan tambahannya sama panjang, namanya Jumonji Yari.


Kalau bilah tambahannya tidak sama panjang, namanya Katakama Yari.


Karena bilah ini seperti katana dia punya tang (nakago) yang terkadang juga ada mei (tanda-tangan pembuatnya), jadi dia diselipkan ke tongkat dan ditahan dengan mekugi (pin). Ada juga yang seperti eropa style dengan soket yang ditancapkan ke tongkat, namanya Fukuro Yari.


Yari yang paling susah dibuat adalah Jumonji Yari. Tombak inilah yang bikin pusing pembuat pedang, pengasah, dan pemolesnya.

Seringkali kalau Jumonji Yari patah pada salah satu bilah tambahannya lalu dipoles dan dibentuk ulang, maka jadilah Katakama Yari.

Perlu diketahui bahwa perang di Jepang kuno itu adalah suatu ritual. Jadi individual yang hendak turun untuk bertarung biasanya sekelas (misal: sama-sama bangsawan) dan saling memanah kabura terlebih dulu (anak panah peluit), kemudian baru maju bertarung. Untuk jarak jauh-menengah mereka pakai busur, jarak dekat pakai tachi.

Sedangkan yari banyak dipakai oleh ashigaru (
prajurit rendahan)
jadi dianggap sebagai senjata kelas dua. Kalau tidak mendesak akan jarang digunakan oleh samurai. Karena memang kalau sedang duel pribadi di atas kuda, itu juga termasuk di dalamnya adu gengsi.

Tapi bukan berarti yari tidak dipakai. Catatan sejarah menyebutkan yari juga dipakai di atas kuda walau agak sukar. Demikian juga dengan naginata (seperti golok, dengan gagang yang panjang). Mengenai panjangnya, biasanya yari yang dipakai oleh kelas samurai tidak sepanjang yang dipakai oleh para ashigaru. Pemakaian yari di atas kuda sangat sedikit ditemui. Di bawah adalah gambar naginata.


Biar tahu saja, sebenarnya apa fungsi utama yari dan naginata? Untuk melawan pasukan kavaleri, bukan untuk dipakai oleh pasukan kavaleri.

Yari ini bahkan sejarahnya lebih tua dari tachi/jokoto. Bahkan menurut kepercayaan Jepang, kepulauan Jepang terbentuk oleh dewa Izanagi dan yari-nya.

SUMBER: KASKUS.US

Selasa, 12 Oktober 2010

Job Description of A Manager

Berikut ini adalah satu penjabaran dan penggambaran deskriptif dari seseorang yang menjabat sebagai Assistant Manager, yang saya salin dari sebuah Blog yang dimiliki oleh Djoko Sasongko.

Jabatan pekerjaan: MANAGER / ASST.MANAGER

Bertanggung Jawab Kepada: PRODUCTION MANAGER / PLANT MANAGER

Sasaran Tugas:
Manager bertanggung jawab untuk memfasilitasi, mengatur, mengontrol ,dan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, bahan baku setengah jadi/ jadi dan mesin – mesin produksi di dalam wilayah tanggung jawabnya guna memaksimalkan effisiensi, meminimalkan biaya, dan menghasilkan bahan setengah jadi/ jadi yang memenuhi standard kebutuhan pelanggan.

Struktur Pelaporan:
Manager bertanggung jawab kepada Production Manager/ Plant Manager.

Sifat & Lingkup:
Departemen X (Proses A) merupakan proses antara Y dengan Z di divisi W di mana hasil proses Y masih dalam bentuk setengah jadi, diproses lanjut secara X guna mencapai barang dengan keadaan tertentu sebelum kemudian dikirim ke Z. Manager harus mampu men-supervisi secara langsung supervisor dan kepala regu di bawah tanggung jawabnya (serta mampu men-supervisi secara tidak langsung semua karyawan yang berada di bawah tanggung jawabnya) dan mampu bekerja sama dan menfasilitasi secara efektif dan efisien dengan semua bagian lain yang terkait dengan bagiannya (PPIC, Dept Y, Z , QC, Maintenance, Electric, dll.) guna memproduksi bahan jadi pada tingkat biaya yang rendah dan memenuhi batas 'Volume & Waktu' pengiriman bahan jadi yang telah direncanakan.

Hasil Utama & Tantangan:
1. Diharapkan untuk dapat memobilisasi semua proses berikut sumber daya manusia sehingga dicapai hasil produksi yang optimal.
2. Diharapkan memiliki ketrampilan pengetahuan atas 'Proses' dari setiap mesin yang menjadi tanggung jawabnya tersebut.
3. Diharapakan memiliki pengetahuan atas aplikasi produk dari pelanggan (Customer Product Knowledge)
4. Diharapkan untuk mengatur program perbaikan berkelanjutan guna mengeliminasi bahan tidak jadi (scrap) dan meningkatkan efisiensi.

Tanggungjawab Utama:
1. Bertanggung jawab dalam melakukan fasilitasi supervisi langsung terhadap supervisor, kepala regu yang dibawahinya (serta mampu men-supervisi secara tidak langsung semua karyawan yang berada di bawah tanggung jawabnya), hal ini termasuk dalam memberikan bimbingan/ pelatihan kepada anak buah guna mencapai tingkat batas minimum kemampuan yang diperlukan bagi timnya dan mendisiplinkan anak buahnya sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku di perusahaan .
2. Bertanggung jawab dalam mencapai tingkat kuantitas (output) , kualitas dan schedule produksi serta tingkat utilisasi mesin produkssi yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
3. Bertanggung jawab dalam pemenuhan standard kualitas hasil produksi sesuai dengan tingkat kebutuhan Customer & Schedule pengiriman hasil produksi sesuai PPIC schedule.
4. Bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan standard kebersihan lingkungan kerja (keteraturan/ kerapihan lingkungan kerja).
5. Bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dan membina kerja sama team yang solid.
6. Bertanggung jawab dalam membuat laporan secara berkala kepada atasannya atas hasil kerjanya beserta analisa permasalahannya, tindakan – tindakan perbaikan atas permasalahan tersebut serta batas waktu estimasi penyelesaian masalah – masalah tersebut secara singkat, padat, dan kongkrit.

Wewenang:
1. Wewenang dalam mendisiplinkan anak buahnya sesuai dengan kententuan/ peraturan yang berlaku di perusahaan.
2. Wewenang dalam mengatur pengoperasian mesin – mesin produksi guna mencapai hasil produksi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemenuhan batas waktu pengiriman hasil produksi.
3. Wewenang dalam melakukan/ mengambil keputusan yang berhubungan dengan penghentian mesin produksi untuk menjaga hasil produksi yang maksimal di Departeman X.

Kualifikasi:
1. Pendidikan (Education);
a. S1 pengalaman 2 tahun
b. D3 pengalaman 3 tahun
c. SLTA pengalaman 10 tahun
d. SLTP pengalaman 15 tahun

2. Pengalaman (Experience):
a. Mechanial
b. Metallurgy
c. Dasar Operasi Mesin X
d. Dasar Proses Produksi

3. Pelatihan dan Keahlian (Training & Skill):
a. Teknis;
Dasar Operasi Mesin X
Dasar Hydraulic/Pneumatic system
b. Managerial;
Proses Produksi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sumber Daya Manusia

4. Persyaratan khusus:
a. Tidak cacat fisik
b. Tidak buta warna

5. Lain-lain:
a. Disiplin
b. Bertanggung jawab
c. Konsisten/stabil

SUMBER: Welcome to my Manufctre Blog

Minggu, 10 Oktober 2010

Pedang Jepang, dari Masa ke Masa

Kata "Samurai" untuk menjelaskan sebuah pedang Jepang adalah salah kaprah. Yang mendekati benar adalah pedang samurai.

Banyak orang berpendapat bahwa pedang Jepang atau lebih umum dikenal sebagai pedang samurai (alias pedang milik samurai karena samurai adalah julukan ksatria atau orangnya, bukan nama pedangnya) hanya memiliki satu bentuk yang umum yaitu satu mata potong, melengkung di bagian agak tengah, dan ada garis temper line yang seperti gelombang.

Sebenarnya, pedang Jepang sudah mengalami evolusi dan berubah bentuknya dari abad ke abad. Dalam banyak kasus, ilmu tentang perubahan bentuk pedang (sugata) ini dapat membantu kita mengenali kapan sebuah pedang dibuat. Beberapa perubahan dikarenakan perubahan taktik perang, jenis armor (perisai pelindung), atau hanya perubahan mode yang lagi trend di era tersebut.

Sebenarnya kata "pedang samurai" juga tidak tepat, kata yang paling tepat dalam bahasa Indonesia adalah "pedang Jepang". Untuk lebih jelas, silahkan lihat diagram di bawah ini sembari membaca seluruh tulisan ini pelan-pelan sampai akhir. Semoga tidak bosan.


Pedang tertua (yang dibuat sebelum tahun 900 Masehi) atau sebelum Era Heian disebut Pedang Jokoto dengan bentuk khasnya yang lurus, datar, dengan sisi potong seperti pahat (kiriha-zukuri), dan ujung tusuk (kissaki) seperti pahat (kamasu kissaki). Beberapa malah dibuat dengan dua sisi potong. Pedang jenis ini biasa disebut Chokuto, yang kemungkinan dipengaruhi oleh pedang buatan China yang sampai ke Jepang lewat semenanjung Korea. Jenis pedang ini masih dibuat di abad-abad berikut, tapi hanya digunakan sebagai persembahan kepada kuil dan tidak dipakai untuk pertempuran.


Ada juga satu jenis pedang yang dibuat pada era ini, sekitar tahun 700 – 800 Masehi, dengan ujung tajam pedang dibuat dua sisi (atas dan bawah) sampai sepertiga dari punggung pedang. Tipe paling terkenal dari jenis ini dibuat sekitar tahun 900 Masehi dan dikenal dengan Kogarasu-Maru Tachi (Pedang Burung Gagak Kecil). Karena bentuknya yang unik pedang jenis ini juga masih dibuat berabad-abad kemudian.


Pedang Jepang tertua yang memiliki satu sisi potong dan melengkung (shinogi-zukuri tachi) berasal dari akhir Era Heian dan merupakan pedang kavaleri (maksudnya adalah digunakan dengan satu dengan dari atas kuda) dan bukan dengan gaya samurai dua tangan yang sering kita lihat. Bilah pedang ini termasuk panjang untuk ukuran tinggi orang Jepang, dengan rata-rata bilah di atas 70 cm (belum termasuk gagang pedang) dengan lengkungan maksimal ada di dekat gagang pedang, dan ujung tusuk pendek dengan bilah pedang yang sempit (agak rapuh).

Pada awal Era Kamakura, tachi (pedang kavaleri) menjadi lebih kuat, bilah pedang menjadi lebih lebar dengan lengkungan yang dikurangi, tapi tetap dengan ujung tusuk pendek (ko kissaki), dan lengkungan yang tadi dekat dengan gagang mulai bergerak ke tengah pedang (tori-sori). Pada Era pertengahan Kamakura, tachi dibuat dengan lengkungan yang sangat minim, dan ujung tusuk sangat pendek (ikubi kissaki).


Jenis pedang Jepang yang sangat sering kita lihat di era sekarang muncul di pertengahan Era Kamakura, di mana pedang yang dibuat menjadi lebih pendek daripada era sebelumnya dengan lengkungan yang dikurangi dan ujung tusuk medium (chu kissaki).



Selama Era Nambokucho, pedang Jepang menjadi flamboyan dengan bilah yang lebar, sedikit lengkungan, dan ujung tusuk yang panjang (o kissaki). Banyak Chokuto yaitu pedang lurus diproduksi di era ini, juga pedang no-dachi yang terkenal dengan panjang pedangnya lebih dari 125 cm. Tapi karena pedang super panjang ini susah digunakan akhirnya gaya ini ditinggalkan.


Perubahan bentuk paling banyak terjadi pada awal Era Muromachi, karena taktik perang berubah dari kavaleri menjadi infanteri. Inilah awal kelahiran Katana.

Katana awal tidak lebih dari tachi yang dipendekan dan karena itu memiliki bentuk yang sama dengan pedang dari Era Kamakura. Katana lebih pendek dari tachi dan dipakai dengan sisi tajam menghadap ke atas (tachi dipakai dengan sisi tajam menghadap ke bawah). Pemakaian ini memudahkan pedang dicabut dari posisi berdiri oleh samurai berjalan.


Katana Era Muromachi adalah bentuk klasik pedang Jepang era kini, dengan panjang pedang antara 67,5 – 75 cm, dengan lengkungan ringan, dan ujung tusuk medium (chu kissaki). Perubahan lain terjadi di akhir Era Muromachi dan Era Momoyama, di mana bilah pedang menjadi lebih lebar dengan ujung tusuk lebih besar. Tapi perubahan ini sukar dibedakan kecuali oleh mata yang terlatih.


Setelah itu, Jepang memasuki masa damai 250 tahun yang dikenal dengan masa Edo. Bentuk pedang juga berubah dan ini menandai akhir masa Koto (pedang lama) dan masuk ke masa Shinto (pedang modern).

Pada akhir Era Edo, pembuatan pedang sedang menurun karena negara sedang dalam masa damai dan banyak pedang yang dibuat hanya untuk pameran, bukan untuk perang. Pedang-pedang ini biasanya punya hamon (temper line) yang indah, kalau tidak mau dikatakan norak, dan ukiran-ukiran rumit (horimono). Dalam ilmu perpedangan Jepang, masa ini dikatakan sebagai masa kemunduran pedang Jepang.



Biasanya dalam masa ekstrim seperti ini, akan ada pembaharu. Demikian juga dengan masa kemunduran ini yang terjadi pada akhir Era Edo (sekitar tahun 1780 Masehi) dan menandai dimulainya Era Pedang Shinsinto dengan munculnya ahli pembuat pedang Suishinshi Erahide, yang mempelopori kembalinya pembuatan pedang kepada kualitas Era Koto. Selama masa Shinshinto pedang yang dibuat umumnya adalah kopi dari pedang Era Koto. Dan uniknya, ada beberapa Pedang Kogarasu-Maru yang juga dibuat di masa ini.


ERA MASA KINI
Dengan dibukanya Jepang kepada peradaban Barat oleh Komodor Perry di pertengahan abad 19 dan juga Restorasi Meiji, pembuatan pedang Jepang tradisional hampir saja punah. Kaisar Meiji melarang pemakaian pedang dan menghapuskan kasta samurai. Dengan demikian semua pedang setelah tahun 1876 bukan lagi disebut pedang samurai, karena setelah tahun itu tidak ada lagi samurai di Jepang.

Ini juga menandai masa banyaknya pedang tradisional Jepang yang dibawa ke Barat. Banyak koleksi di Inggris dan di Amerika terkumpul pada masa ini. Hanya sedikit sekali pedang yang dibuat secara tradisional pada masa ini, umumnya hanya untuk persembahan kuil karena Jepang mulai mengadopsi gaya Barat untuk pedang kavaleri mereka yang dibuat dengan menggunakan mesin. Baru pada tahun 1930an, di mana Jepang mulai mengekspansi Asia, pedang tradisional mulai dibuat kembali yang disebut dengan Era Showa.



Era Showa ini menghasilkan pedang dengan banyak kualitas, dari yang dibuat secara tradisional (nihonto–gendaito), sampai kepada bilah buatan mesin (showato) dengan berbagai macam variasinya. Sebagian besar dibuat berdasarkan spek militer, dengan panjang bilah antara 62,5 cm – 70 cm dan ujung tusuk medium (chu kissaki). Pedang yang dibuat pada masa ini dengan pengecualian yang dibuat dengan cara tradisional tidak memiliki nilai dari sisi keotentikan pedang jepang, selain sebagai pedang latih atau relik militer.

SUMBER: KASKUS.US