Banner Govlog by XL Aviata

Kamis, 17 November 2011

Pencegahan Pelanggaran Etika Bisnis

Etika dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat yang berguna untuk mengingatkan setiap anggotanya kepada suatu tindakan yang harus selalu dilaksanakan. Sedangkan etika di dalam bisnis tentu saja harus disepakati oleh anggota-anggota pelaku usaha dari berbagai tingkatan usaha yang berada di dalam kelompok bisnis tersebut serta kelompok-kelompok terkait lainnya. Dua kalimat penjelasan tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa yang namanya etika memiliki dua poin penting, yaitu tindakan yang teratur dan kesepakatan bersama. Jadi setiap anggota yang ada di dalamnya dan mengambil bagian dalam mencapai suatu kesepakatan bersama haruslah terus mengingatnya dan melakukan aturan-aturan tersebut. Demikian juga pada dunia bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus mentaati rambu-rambu tak tertulis tersebut dalam setiap kebijakan usahanya. Namun tetap saja, hal tersebut masih sangat sulit terlaksana. Peraturan tertulis yang berisikan hukuman apabila melanggarnya saja sudah banyak yang diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya hanya suatu kesepakatan dan tidak memaksa. Itulah yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang terus-menerus meraup keuntungan tanpa menyadari etika yang ada. Karena itu diperlukan suatu sifat pengendalian diri dari tiap-tiap pelaku usaha, untuk menahannya untuk bertindak lebih jauh lagi dalam pencederaan norma-norma yang ada. Diperlukan juga suatu tanggung jawab sosial agar para pelaku bisnis tersebut merasa wajib untuk melaksanakan aturan-aturan main di dalam etika tersebut. Pembebanan tanggung jawab tersebut bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak para pelaku usaha tersebut untuk masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di dalam wadah itulah disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus selalu diingat dan dilakukan. Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab yang ada untuk kemajuan bersama. Hal tersebut memang sulit, namun kita tidak akan mengetahuinya apabila tidak mencobanya. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan juga dirasakan penting, karena apabila satu sama lain tidak dapat saling mempercayai maka sudah dapat dipastikan mereka akan melupakan tanggung jawab sosial yang seharusnya mereka emban.

Cara terakhir yang dapat ditempuh untuk mengurangi angka pelaku pelanggaran etika bisnis adalah dengan adanya sebagian dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam suatu hukum positif. Dengan tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu aturan tertulis, memiliki kekuatan hukum, dan bersifat memaksa, maka pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau harus mengikuti etika yang telah disepakati bersama tersebut. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Rabu, 16 November 2011

Review Jurnal Internasional

Identity-Based Motivation and Consumer Behavior
Daphna Oyserman
Institute for Social Research, University of Michigan, Ann Arbor, MI 48106-1248, USA
Available online 27 June 2009

Choices are often identity-based yet the identity-to-choice link is not necessarily obvious for reasons articulated by the identity-based motivation model. Identity-based motivation: Implication for action-readiness, procedural readiness and consumer behavior. Specifically, which identities are salient and what identities mean in the moment are highly dependent on situational cues. Though they feel stable, identities are dynamically shaped by situational affordances and constraints and this shaping process can occur without conscious awareness. This implies that product use, including use of utilitarian products, can become identity-based, as can both self-constructive and self-destructive choices. Over time, broader identities are more likely to be cued than more narrow ones, though any identity can be cued in the right circumstances.

Banyak pilihan seringkali berbasiskan identitas namun hubungan identitas terhadap pilihan masih belum menjadi alasan yang jelas untuk diartikulasikan oleh model motivasi berbasiskan identitas. Secara khusus, identitas mana yang menonjol dan apa saja yang merupakan arti dari identitas adalah sangat tergantung pada petunjuk-petunjuk yang timbul dari situasi di sekelilingnya. Walaupun dirasakan stabil namun identitas secara dinamis dibentuk oleh kekuatan situasional dengan segala kendalanya, ditambah proses pembentukan yang dapat terjadi tanpa disadari. Ini berarti bahwa menggunakan produk, termasuk penggunaan produk utilitarian, bisa menjadi berbasis identitas yang akhirnya dapat menjadi pilihan yang membangun ataupun bisa juga menjadi pilihan yang dapat merusak diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, identitas yang lebih luas akan lebih sering menjadi petunjuk dalam pemilihan produk ketimbang identitas-identitas yang biasa-biasa saja, meskipun identitas apapun dapat menjadi sebuah petunjuk di dalam situasi yang tepat.

Kamis, 03 November 2011

Beretika Dalam Berbisnis

Semakin hari semakin banyak saja para pelaku bisnis yang mengabaikan tata cara beretika dalam berbisnis. Kurangngnya etika dalam dunia bisnis inilah yang pada akhirnya melahirkan Lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam prakteknya, bisnis menggunakan etika egois yang hanya mementingkan keuntungan maksimal bisnis dengan mengorbankan orang lain, lingkungan hidupnya, dan juga ekosistem yang ada di sekelilingnya. Perhatikan saja masalah yang umum terjadi: merusak hutan dengan menebanginya tanpa menggunakan tata cara Tebang Pilih Tanam sehingga merusak ekosistem yang ada di dalamnya, penggundulan lahan hijau lainnya sehingga menyebabkan tanah longsor, rusaknya tatanan struktur sosial budaya, dan berbagai masalah lainnya. Hal-hal yang buruk tersebut kemudian semakin parah karena mendapat dukungan dari pemerintah yang juga menggunakan etika egois dengan cara memberikan ijin usaha sesukanya tanpa didasari dengan data-data ilmiah yang memadai, kajian sosial, sensitivitas tanah, lingkungannya, dan sebagainya yang pada akhirnya semakin menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan sekitanya. Etika bisnis yang benar adalah keuntungan yang diperoleh dengan "menghidupkan" yang lainnya seperti program pemberdayaan usaha kecil yang ada di sekitarnya, penghijauan kembali lingkungan, dan cara-cara lainnya. Artinya etika homo homini lupus (menjadi hewan pembunuh) bagi yang lain harus berubah menjadi homo homini socius, karena yang lain adalah sama-sama mahluk Tuhan yang bermartabat. Pemerintah dan para pelaku bisnis harus kembali kepada dunia bisnis yang sesungguhnya dengan memegang teguh standar bisnis dan etika bisnis yang tinggi.