Kata "Samurai" untuk menjelaskan sebuah pedang Jepang adalah salah kaprah. Yang mendekati benar adalah pedang samurai.
Banyak orang berpendapat bahwa pedang Jepang atau lebih umum dikenal sebagai pedang samurai (alias pedang milik samurai karena samurai adalah julukan ksatria atau orangnya, bukan nama pedangnya) hanya memiliki satu bentuk yang umum yaitu satu mata potong, melengkung di bagian agak tengah, dan ada garis temper line yang seperti gelombang.
Sebenarnya, pedang Jepang sudah mengalami evolusi dan berubah bentuknya dari abad ke abad. Dalam banyak kasus, ilmu tentang perubahan bentuk pedang (sugata) ini dapat membantu kita mengenali kapan sebuah pedang dibuat. Beberapa perubahan dikarenakan perubahan taktik perang, jenis armor (perisai pelindung), atau hanya perubahan mode yang lagi trend di era tersebut.
Sebenarnya kata "pedang samurai" juga tidak tepat, kata yang paling tepat dalam bahasa Indonesia adalah "pedang Jepang". Untuk lebih jelas, silahkan lihat diagram di bawah ini sembari membaca seluruh tulisan ini pelan-pelan sampai akhir. Semoga tidak bosan.
Pedang tertua (yang dibuat sebelum tahun 900 Masehi) atau sebelum Era Heian disebut Pedang Jokoto dengan bentuk khasnya yang lurus, datar, dengan sisi potong seperti pahat (kiriha-zukuri), dan ujung tusuk (kissaki) seperti pahat (kamasu kissaki). Beberapa malah dibuat dengan dua sisi potong. Pedang jenis ini biasa disebut Chokuto, yang kemungkinan dipengaruhi oleh pedang buatan China yang sampai ke Jepang lewat semenanjung Korea. Jenis pedang ini masih dibuat di abad-abad berikut, tapi hanya digunakan sebagai persembahan kepada kuil dan tidak dipakai untuk pertempuran.
Ada juga satu jenis pedang yang dibuat pada era ini, sekitar tahun 700 – 800 Masehi, dengan ujung tajam pedang dibuat dua sisi (atas dan bawah) sampai sepertiga dari punggung pedang. Tipe paling terkenal dari jenis ini dibuat sekitar tahun 900 Masehi dan dikenal dengan Kogarasu-Maru Tachi (Pedang Burung Gagak Kecil). Karena bentuknya yang unik pedang jenis ini juga masih dibuat berabad-abad kemudian.
Pedang Jepang tertua yang memiliki satu sisi potong dan melengkung (shinogi-zukuri tachi) berasal dari akhir Era Heian dan merupakan pedang kavaleri (maksudnya adalah digunakan dengan satu dengan dari atas kuda) dan bukan dengan gaya samurai dua tangan yang sering kita lihat. Bilah pedang ini termasuk panjang untuk ukuran tinggi orang Jepang, dengan rata-rata bilah di atas 70 cm (belum termasuk gagang pedang) dengan lengkungan maksimal ada di dekat gagang pedang, dan ujung tusuk pendek dengan bilah pedang yang sempit (agak rapuh).
Pada awal Era Kamakura, tachi (pedang kavaleri) menjadi lebih kuat, bilah pedang menjadi lebih lebar dengan lengkungan yang dikurangi, tapi tetap dengan ujung tusuk pendek (ko kissaki), dan lengkungan yang tadi dekat dengan gagang mulai bergerak ke tengah pedang (tori-sori). Pada Era pertengahan Kamakura, tachi dibuat dengan lengkungan yang sangat minim, dan ujung tusuk sangat pendek (ikubi kissaki).
Jenis pedang Jepang yang sangat sering kita lihat di era sekarang muncul di pertengahan Era Kamakura, di mana pedang yang dibuat menjadi lebih pendek daripada era sebelumnya dengan lengkungan yang dikurangi dan ujung tusuk medium (chu kissaki).
Selama Era Nambokucho, pedang Jepang menjadi flamboyan dengan bilah yang lebar, sedikit lengkungan, dan ujung tusuk yang panjang (o kissaki). Banyak Chokuto yaitu pedang lurus diproduksi di era ini, juga pedang no-dachi yang terkenal dengan panjang pedangnya lebih dari 125 cm. Tapi karena pedang super panjang ini susah digunakan akhirnya gaya ini ditinggalkan.
Perubahan bentuk paling banyak terjadi pada awal Era Muromachi, karena taktik perang berubah dari kavaleri menjadi infanteri. Inilah awal kelahiran Katana.
Katana awal tidak lebih dari tachi yang dipendekan dan karena itu memiliki bentuk yang sama dengan pedang dari Era Kamakura. Katana lebih pendek dari tachi dan dipakai dengan sisi tajam menghadap ke atas (tachi dipakai dengan sisi tajam menghadap ke bawah). Pemakaian ini memudahkan pedang dicabut dari posisi berdiri oleh samurai berjalan.
Katana Era Muromachi adalah bentuk klasik pedang Jepang era kini, dengan panjang pedang antara 67,5 – 75 cm, dengan lengkungan ringan, dan ujung tusuk medium (chu kissaki). Perubahan lain terjadi di akhir Era Muromachi dan Era Momoyama, di mana bilah pedang menjadi lebih lebar dengan ujung tusuk lebih besar. Tapi perubahan ini sukar dibedakan kecuali oleh mata yang terlatih.
Setelah itu, Jepang memasuki masa damai 250 tahun yang dikenal dengan masa Edo. Bentuk pedang juga berubah dan ini menandai akhir masa Koto (pedang lama) dan masuk ke masa Shinto (pedang modern).
Pada akhir Era Edo, pembuatan pedang sedang menurun karena negara sedang dalam masa damai dan banyak pedang yang dibuat hanya untuk pameran, bukan untuk perang. Pedang-pedang ini biasanya punya hamon (temper line) yang indah, kalau tidak mau dikatakan norak, dan ukiran-ukiran rumit (horimono). Dalam ilmu perpedangan Jepang, masa ini dikatakan sebagai masa kemunduran pedang Jepang.
Biasanya dalam masa ekstrim seperti ini, akan ada pembaharu. Demikian juga dengan masa kemunduran ini yang terjadi pada akhir Era Edo (sekitar tahun 1780 Masehi) dan menandai dimulainya Era Pedang Shinsinto dengan munculnya ahli pembuat pedang Suishinshi Erahide, yang mempelopori kembalinya pembuatan pedang kepada kualitas Era Koto. Selama masa Shinshinto pedang yang dibuat umumnya adalah kopi dari pedang Era Koto. Dan uniknya, ada beberapa Pedang Kogarasu-Maru yang juga dibuat di masa ini.
ERA MASA KINI
Dengan dibukanya Jepang kepada peradaban Barat oleh Komodor Perry di pertengahan abad 19 dan juga Restorasi Meiji, pembuatan pedang Jepang tradisional hampir saja punah. Kaisar Meiji melarang pemakaian pedang dan menghapuskan kasta samurai. Dengan demikian semua pedang setelah tahun 1876 bukan lagi disebut pedang samurai, karena setelah tahun itu tidak ada lagi samurai di Jepang.
Ini juga menandai masa banyaknya pedang tradisional Jepang yang dibawa ke Barat. Banyak koleksi di Inggris dan di Amerika terkumpul pada masa ini. Hanya sedikit sekali pedang yang dibuat secara tradisional pada masa ini, umumnya hanya untuk persembahan kuil karena Jepang mulai mengadopsi gaya Barat untuk pedang kavaleri mereka yang dibuat dengan menggunakan mesin. Baru pada tahun 1930an, di mana Jepang mulai mengekspansi Asia, pedang tradisional mulai dibuat kembali yang disebut dengan Era Showa.
Era Showa ini menghasilkan pedang dengan banyak kualitas, dari yang dibuat secara tradisional (nihonto–gendaito), sampai kepada bilah buatan mesin (showato) dengan berbagai macam variasinya. Sebagian besar dibuat berdasarkan spek militer, dengan panjang bilah antara 62,5 cm – 70 cm dan ujung tusuk medium (chu kissaki). Pedang yang dibuat pada masa ini dengan pengecualian yang dibuat dengan cara tradisional tidak memiliki nilai dari sisi keotentikan pedang jepang, selain sebagai pedang latih atau relik militer.
SUMBER: KASKUS.US
Tidak ada komentar:
Posting Komentar