Banner Govlog by XL Aviata

Selasa, 20 Desember 2011

Bisnis yang Curang dan Bagaimana Penanggulangannya

Bagaimana Pandangan Etika Terhadap Praktek Bisnis yang Curang
1. Pengendalian diri
Artinya adalah pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Seorang pengusaha yang berbuat curang dalam menjalankan bisnisnya jelas tidak memiliki pengendalian diri tersebut. Dia membiarkan dirinya termakan nafsu sesat yang pada akhirnya mengarahkan dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa saja yang diinginkan melalui bisnisnya tersebut.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Alih-alih untuk peduli terhadap keadaan masyarakat sekitarnya yang tidak berhubungan langsung dengan kehidupannya, seorang pelaku bisnis yang curang jelas tidak akan mempedulikan siapa pun saja lawan bisnis atau bahkan rekan bisnisnya sendiri.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis adalah anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi. Seperti bunglon yang dengan mudahnya berubah sesuai tempatnya berpijak, tidak punya pendirian pada identitas asli, begitulah gambaran para pelaku bisnis yang tak jujur. Mereka tidak mempedulikan reputasi dan nama baiknya sendiri, tetapi hanya memikirkan keuntungan semata.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah. Sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut. Dan tentu saja persaingan yang sehat dan keseimbangan kekuatan tak akan tercapai bila selalu ada penyelewengan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang tidak bertanggung jawab terhadap kelangsungan bisnis sehat yang berkesinambungan.

5. Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengekspoitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di masa datang, walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar. Membabat habis hutan untuk pembangungan pabrik baru jelas bukan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan. Namun itulah yang terus-menerus dilakukan oleh pelaku bisnis yang tidak beretika.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit, sebagai contoh karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait. Memang sangat sulit untuk tidak melakukan ketiga pelanggaran di atas, dan itu jugalah dalih yang digunakan oleh pelaku bisnis curang yang seakan merasa segala tindakan melencengnya adalah suatu "kebenaran".

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis. Namun itu sekarang hanyalah sekadar wacana sesaat, apabila sudah menyinggung tentang betapa tidak beretikanya pengusaha golongan kuat yang terus menekan pengusaha golongan bawah untuk tidak henti-hentinya mengeruk keuntungan.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Itu dikarenakan seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada oknum, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan gugur satu per satu. Pada akhirnya, peraturan tetaplah hanya sekedar peraturan. Akan tetap dilanggar tanpa mempedulikan keberlangsungan kehidupan bisnis yang sehat.


Contoh Kasus Real Perusahaan yang Melakukan Kecurangan dan Bagaimana Solusi Penanggulangannya
   Kasus pencurian pulsa dilaporkan telah menyedot uang pelanggan seluler dalam jumlah besar. Semua kalangan masyarakat dirugikan, namun dampak terbesar dirasakan oleh pelanggan dari kalangan rakyat kecil. Kasus ini dinilai perlu dibongkar tuntas. Asosiasi CP (Content Provider) harus terbuka untuk mencari tahu para pelaku CP yang melakukan kecurangan. Menurut estimasi, kerugian penyedotan pulsa mencapai hampir 1 Triliun Rupiah. Karena itulah mengapa kasus ini dianggap sangat serius. Kasus SMS Premium yang berujung pada pencurian pulsa dipandang bisa menyeret banyak pelaku. Aksi yang dilakukan ini saling terkait sehingga situasinya seperti sebuah organized crime atau kriminalitas terorganisir. Tidak mungkin kasus ini dilaksanakan oleh hanya satu orang saja, namun lebih seperti mafia yang terkait satu sama lain. Oleh sebab itu Panja Komisi 1 harus sudah mulai bekerja. Mereka akan mengundang pihak terkait seperti BRTI dan kalangan masyarakat untuk menyelidiki kasus SMS premium ini.

   Target penyelesaian kasus ini sudah harus selesai paling lama tiga bulan, karena tuntutan masyarakat sudah sedemikian besar. CP dinilai sudah bisa untung dengan beroperasi secara jujur. Pihaknya pun ingin mencari tahu latar belakang yang pasti mengapa mereka melakukan kecurangan. Mungkin saja hal tersebut dikarenakan pressure bisnis yang sangat besar. Mereka tahu itu bahwa yang mereka lakukan salah, namun tetap saja melakukan pelanggaran tersebut. Kasus ini tidak boleh berlarut-larut, karena akan berdampak kepada CP yang tidak curang dan melakukan bisnis secara sehat. Nama CP yang bersalah harus diumumkan oleh BRTI.

   Industri layanan SMS premium Indonesia saat ini tengah 'ditidurkan'. Sebelum dibangunkan kembali, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ingin memastikan bahwa aturan main SMS premium diubah, dan yang pasti haruslah diperketat. Sehingga ketika diterapkan kepada industri penyelenggara pesan jasa premium, banyak pemain yang tidak dapat mengakalinya. Untuk itu, langkah yang harus ditempuh adalah revisi Permen nomor 1 tahun 2009 yang saat ini masih digodok dan diharapkan dapat menambal celah-celah tersebut untuk menjadi lebih baik lagi. Ke depannya perijinan harus lebih diperketat, termasuk syarat dan sanksinya. Karena selama ini seakan-akan tidak ada sanksi hukum dan faktanya juga banyak aturan yang dilanggar. Hal lain yang juga disoroti adalah terkait hak dan kewajiban antara operator dan CP yang harus diperjelas. Poin ini penting agar jika nantinya ada masalah, operator dan CP tidak saling menyalahkan. Sampai saat ini revisi tersebut masih berlangsung. Ditargetkan dalam jangka waktu satu bulan sudah selesai dan disahkan untuk menjadi payung hukum yang baru.

Kamis, 17 November 2011

Pencegahan Pelanggaran Etika Bisnis

Etika dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat yang berguna untuk mengingatkan setiap anggotanya kepada suatu tindakan yang harus selalu dilaksanakan. Sedangkan etika di dalam bisnis tentu saja harus disepakati oleh anggota-anggota pelaku usaha dari berbagai tingkatan usaha yang berada di dalam kelompok bisnis tersebut serta kelompok-kelompok terkait lainnya. Dua kalimat penjelasan tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa yang namanya etika memiliki dua poin penting, yaitu tindakan yang teratur dan kesepakatan bersama. Jadi setiap anggota yang ada di dalamnya dan mengambil bagian dalam mencapai suatu kesepakatan bersama haruslah terus mengingatnya dan melakukan aturan-aturan tersebut. Demikian juga pada dunia bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus mentaati rambu-rambu tak tertulis tersebut dalam setiap kebijakan usahanya. Namun tetap saja, hal tersebut masih sangat sulit terlaksana. Peraturan tertulis yang berisikan hukuman apabila melanggarnya saja sudah banyak yang diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya hanya suatu kesepakatan dan tidak memaksa. Itulah yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang terus-menerus meraup keuntungan tanpa menyadari etika yang ada. Karena itu diperlukan suatu sifat pengendalian diri dari tiap-tiap pelaku usaha, untuk menahannya untuk bertindak lebih jauh lagi dalam pencederaan norma-norma yang ada. Diperlukan juga suatu tanggung jawab sosial agar para pelaku bisnis tersebut merasa wajib untuk melaksanakan aturan-aturan main di dalam etika tersebut. Pembebanan tanggung jawab tersebut bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak para pelaku usaha tersebut untuk masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di dalam wadah itulah disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus selalu diingat dan dilakukan. Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab yang ada untuk kemajuan bersama. Hal tersebut memang sulit, namun kita tidak akan mengetahuinya apabila tidak mencobanya. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan juga dirasakan penting, karena apabila satu sama lain tidak dapat saling mempercayai maka sudah dapat dipastikan mereka akan melupakan tanggung jawab sosial yang seharusnya mereka emban.

Cara terakhir yang dapat ditempuh untuk mengurangi angka pelaku pelanggaran etika bisnis adalah dengan adanya sebagian dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam suatu hukum positif. Dengan tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu aturan tertulis, memiliki kekuatan hukum, dan bersifat memaksa, maka pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau harus mengikuti etika yang telah disepakati bersama tersebut. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Rabu, 16 November 2011

Review Jurnal Internasional

Identity-Based Motivation and Consumer Behavior
Daphna Oyserman
Institute for Social Research, University of Michigan, Ann Arbor, MI 48106-1248, USA
Available online 27 June 2009

Choices are often identity-based yet the identity-to-choice link is not necessarily obvious for reasons articulated by the identity-based motivation model. Identity-based motivation: Implication for action-readiness, procedural readiness and consumer behavior. Specifically, which identities are salient and what identities mean in the moment are highly dependent on situational cues. Though they feel stable, identities are dynamically shaped by situational affordances and constraints and this shaping process can occur without conscious awareness. This implies that product use, including use of utilitarian products, can become identity-based, as can both self-constructive and self-destructive choices. Over time, broader identities are more likely to be cued than more narrow ones, though any identity can be cued in the right circumstances.

Banyak pilihan seringkali berbasiskan identitas namun hubungan identitas terhadap pilihan masih belum menjadi alasan yang jelas untuk diartikulasikan oleh model motivasi berbasiskan identitas. Secara khusus, identitas mana yang menonjol dan apa saja yang merupakan arti dari identitas adalah sangat tergantung pada petunjuk-petunjuk yang timbul dari situasi di sekelilingnya. Walaupun dirasakan stabil namun identitas secara dinamis dibentuk oleh kekuatan situasional dengan segala kendalanya, ditambah proses pembentukan yang dapat terjadi tanpa disadari. Ini berarti bahwa menggunakan produk, termasuk penggunaan produk utilitarian, bisa menjadi berbasis identitas yang akhirnya dapat menjadi pilihan yang membangun ataupun bisa juga menjadi pilihan yang dapat merusak diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, identitas yang lebih luas akan lebih sering menjadi petunjuk dalam pemilihan produk ketimbang identitas-identitas yang biasa-biasa saja, meskipun identitas apapun dapat menjadi sebuah petunjuk di dalam situasi yang tepat.

Kamis, 03 November 2011

Beretika Dalam Berbisnis

Semakin hari semakin banyak saja para pelaku bisnis yang mengabaikan tata cara beretika dalam berbisnis. Kurangngnya etika dalam dunia bisnis inilah yang pada akhirnya melahirkan Lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam prakteknya, bisnis menggunakan etika egois yang hanya mementingkan keuntungan maksimal bisnis dengan mengorbankan orang lain, lingkungan hidupnya, dan juga ekosistem yang ada di sekelilingnya. Perhatikan saja masalah yang umum terjadi: merusak hutan dengan menebanginya tanpa menggunakan tata cara Tebang Pilih Tanam sehingga merusak ekosistem yang ada di dalamnya, penggundulan lahan hijau lainnya sehingga menyebabkan tanah longsor, rusaknya tatanan struktur sosial budaya, dan berbagai masalah lainnya. Hal-hal yang buruk tersebut kemudian semakin parah karena mendapat dukungan dari pemerintah yang juga menggunakan etika egois dengan cara memberikan ijin usaha sesukanya tanpa didasari dengan data-data ilmiah yang memadai, kajian sosial, sensitivitas tanah, lingkungannya, dan sebagainya yang pada akhirnya semakin menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan sekitanya. Etika bisnis yang benar adalah keuntungan yang diperoleh dengan "menghidupkan" yang lainnya seperti program pemberdayaan usaha kecil yang ada di sekitarnya, penghijauan kembali lingkungan, dan cara-cara lainnya. Artinya etika homo homini lupus (menjadi hewan pembunuh) bagi yang lain harus berubah menjadi homo homini socius, karena yang lain adalah sama-sama mahluk Tuhan yang bermartabat. Pemerintah dan para pelaku bisnis harus kembali kepada dunia bisnis yang sesungguhnya dengan memegang teguh standar bisnis dan etika bisnis yang tinggi.

Sabtu, 22 Oktober 2011

Analisis Pengaruh Bauran Ritel Terhadap Kelangsungan Hidup Warung Tradisional (lanjutan)

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada analisis ini adalah Perumahan Taman Duta, tempat terletaknya bangunan Toko Sanjaya. Taman Duta terletak di Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.

3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian yang dihimpun untuk penelitian ini adalah dari para pelanggan yang datang berbelanja ke Toko Sanjaya. Objek itu sendiri pun dibatasi hanya pada tingkat kepuasan pelanggan-pelanggan tersebut terhadap variabel-variabel bauran ritel, yaitu Produk, Harga, Lay out, Promosi, dan Personil yang dirasakan ada terdapat di dalam Toko Sanjaya.

3.3 Identifikasi Variabel
Variabel dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel independent (bebas) dan variabel dependen (terikat). Dalam penelitian untuk analisis ini yang menjadi varabel bebas adalah bauran-bauran ritel yaitu Produk, Harga, Lay out, Promosi, dan Personil. Sebaliknya, variabel dependent (terikat) adalah kepuasan konsumen terhadap segala sesuatu yang didapati dari Toko Sanjaya.

3.4 Definisi Variabel
Semua variabel-variabel tersebut di atas akan diukur dengan skala Likert, seperti yang dilakukan oleh Ni Nyoman Yuliarmi dan Putu Riyasa di dalam jurnalnya, yaitu dengan 5 pemeringkatan mulai dari Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, hingga Sangat Setuju. Dan berikut ini adalah definisi dari masing-masing variabel tersebut:
1. Produk, diukur berdasarkan penilaian konsumen terhadap unsur-unsur yang ditemui di dalam barang-barang yang didapatkan dari Toko Sanjaya. Unsur-unsur tersebut antara lain kualitasnya, keberagamannya, kadaluarsanya, dan ketersediannya. Bila keempat unsur tersebut dirasakan sesuai oleh harapan sang pelanggan maka variable ini akan dinilai sempurna olehnya.

2. Harga, diukur berdasarkan penilaian konsumen terhadap harga yang ditawarkan Toko Sanjaya untuk setiap barang yang dijualnya. Harga yang murah tentu saja akan berdampak sangat baik bagi kepuasan pelanggan. Nilai kepuasan akan semakin besar apabila ditambah dengan adanya diskon yang disertakan pada barang-barang yang dijual di toko tersebut.

3. Lay Out, diukur berdasarkan penilaian konsumen terhadap tata letak dari Toko Sanjaya. Bagaimana sang pemilik toko menyusun sedemikian rupa display dan pajangan dari barang-barang yang diperdagangkannya sehingga terlihat menarik dan memudahkan konsumen untuk menjangkaunya. Penyusunan yang rapih dan berkelompok sesuai dengan jenisnya akan menambah kepuasan pelanggan di saat berbelanja di dalam toko tersebut.

4. Promosi, diukur berdasarkan penilaian konsumen terhadap cara komunikasi pengurus Toko Sanjaya terhadap calon konsumen. Komunikasi baik dengan pendirian papan nama maupun penyebaran brosur, apabila dapat diinpretasikan sesuai dengan harapan maka dapat menjadi penilaian yang bagus di mata pelanggan.

5. Personil, diukur berdasarkan penilaian konsumen terhadap bagaimana cara para personil yang dipekerjakan di dalam Toko Sanjaya saat melayani mereka. Pekerja yang tanggap, berpengetahuan yang baik seputar produk yang didagangkan, bahkan keramah-tamahannya pun dapat melonjakkan nilai variabel ini di mata pelanggan.

3.5 Jenis dan Sumber Data
Ada dua jenis data berdasarkan dari sifatnya (Sugiono, 1999:13), yaitu sebagai berikut:
a.) Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk numerik atau angka, yaitu data berupa jumlah pelanggan yang datang berbelanja ke Toko Sanjaya dalam kurun waktu 1 x 24 jam
b.) Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kategori atau bukan angka, yaitu jawaban dari responden yang menyatakan suatu kepuasan.
Sedangkan jenis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah:
Data primer, yaitu data yang terambil dari wawancara terstruktur kepada para responden dengan mempergunakan kuesioner. Para responden di sini adalah pelanggan-pelanggan yang datang berkunjung dan berbelanja ke Toko Sanjaya.

3.6 Metode Penentuan Sampel dan Responden
Meskipun populasi termasuk dalam populasi tak terhingga, dalam pelaksanaan analisis ini tidak perlu untuk melibatkan semua populasi. Dengan pertimbangan akademik dan nonakademik, populasi dapat diwakili oleh sebagian anggotanya yang disebut dengan sampel. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka untuk menentukan ukuran sampel digunakan rumus Slovin (Consuelo dkk., 1993 : 161)

3.7 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis pengaruh Produk, Harga, Lay out, Promosi, dan Personil secara bersama-sama dan secara parsial terhadap kepuasan pelanggan Toko Sanjaya digunakan Model Regresi Linier Berganda (Gujarati, 1999:91)

Rabu, 19 Oktober 2011

Manfaat Bagi Perusahaan dengan Menerapkan Etika Bisnis

Perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa saja yang harus ditempuh? Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi penggerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam, maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan di bidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1.Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu: (a) Hak memiliki dan mengelola properti swasta; (b) Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa; dan (c) Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro:
a.) Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
b.) Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
c.) Deceptive information
d.) Pecurian dan penggelapan
e.) Unfair discrimination.

2. Perspektif Bisnis Mikro
Dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolak ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1.) Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut;
2.) Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain; (b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran, dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social; (2) Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain; dan (3) Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia.

Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan atau rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu- rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Makna Pokok dari Etika Bisnis

Moral adalah merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, sedangkan etika adalah sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika, yaitu patokan atau rambu-rambu yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada di dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Hal itu dikarenakan di dalam dunia bisnis, tidak hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha saja tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1. Pengendalian diri
Artinya adalah pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang, menekan pihak lain, dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi sang pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand. Harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis adalah anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengekspoitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di masa datang, walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 4K (Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi, dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit, sebagai contoh karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Itu dikarenakan seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada oknum, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan gugur satu per satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semuanya akan memberikan ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti proteksi terhadap pengusaha yang lemah.